Buaya adalah reptil bertubuh besar yang hidup di air. Secara ilmiah, buaya meliputi seluruh spesies anggota suku Crocodylidae, termasuk pula buaya ikan (Tomistoma schlegelii). Meski demikian nama ini dapat pula dikenakan secara longgar untuk menyebut ‘buaya’ aligator, kaiman dan gavial; yakni kerabat-kerabat buaya yang berlainan suku.
Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya, namun ada pula yang hidup di air payau seperti buaya muara. Makanan utama buaya adalah hewan-hewan bertulang belakang seperti bangsa ikan, reptil dan mamalia, kadang-kadang juga memangsa moluska dan krustasea bergantung pada spesiesnya. Buaya merupakan hewan purba, yang hanya sedikit berubah karena evolusi semenjak zaman dinosaurus.
Dikenal pula beberapa nama daerah untuk menyebut buaya, seperti misalnya buhaya (Sd.); buhaya (bjn); baya atau bajul (Jw.); bicokok (Btw.), bekatak, atau buaya katak untuk menyebut buaya bertubuh kecil gemuk; senyulong, buaya jolong-jolong (Mly.), atau buaya julung-julung untuk menyebut buaya ikan; buaya pandan, yakni buaya yang berwarna kehijauan; buaya tembaga, buaya yang berwarna kuning kecoklatan; dan lain-lain.
Di luar bentuknya yang purba, buaya sesungguhnya merupakan hewan melata yang kompleks. Tak seperti lazimnya reptil, buaya memiliki jantung beruang empat, sekat rongga badan (diafragma) dan cerebral cortex. Pada sisi lain, morfologi luarnya memperlihatkan dengan jelas cara hidup pemangsa akuatik. Tubuhnya yang "streamline" memungkinkannya untuk berenang cepat. Buaya melipat kakinya ke belakang melekat pada tubuhnya, untuk mengurangi hambatan air dan memungkinkannya menambah kecepatan pada saat berenang. Jari-jari kaki belakangnya berselaput renang, yang meskipun tak digunakan sebagai pendorong ketika berenang cepat, selaput ini amat berguna tatkala ia harus mendadak berbalik atau melakukan gerakan tiba-tiba di air, atau untuk memulai berenang. Kaki berselaput juga merupakan keuntungan manakala buaya perlu bergerak atau berjalan di air dangkal.
Buaya dapat bergerak dengan sangat cepat pada jarak pendek, bahkan juga di luar air. Binatang ini memiliki rahang yang sangat kuat, yang dapat menggigit dengan kekuatan luar biasa, menjadikannya sebagai hewan dengan kekuatan gigitan yang paling besar. Tekanan gigitan buaya ini tak kurang dari 5.000 psi (pounds per square inch; setara dengan 315 kg/cm²)[1]; bandingkan dengan kekuatan gigitan anjing rottweiler yang hanya 335 psi, hiu putih raksasa sebesar 400 psi, atau dubuk (hyena) sekitar 800 – 1.000 psi. Gigi-gigi buaya runcing dan tajam, amat berguna untuk memegangi mangsanya. Buaya menyerang mangsanya dengan cara menerkam sekaligus menggigit mangsanya itu, kemudian menariknya dengan kuat dan tiba-tiba ke air. Oleh sebab itu otot-otot di sekitar rahangnya berkembang sedemikian baik sehingga dapat mengatup dengan amat kuat. Mulut yang telah mengatup demikian juga amat sukar dibuka, serupa dengan gigitan tokek. Akan tetapi sebaliknya, otot-otot yang berfungsi untuk membuka mulut buaya amat lemah. Para peneliti buaya cukup melilitkan pita perekat besar (lakban) beberapa kali atau mengikatkan tali karet ban dalam di ujung moncong yang menutup, untuk menjaganya agar mulut itu tetap mengatup sementara dilakukan pengamatan dan pengukuran, atau manakala ingin mengangkut binatang itu dengan aman. Cakar dan kuku buaya pun kuat dan tajam, akan tetapi lehernya amat kaku sehingga buaya tidak begitu mudah menyerang ke samping atau ke belakang.
Buaya memangsa ikan, burung, mamalia, dan kadang-kadang juga buaya lain yang lebih kecil bahkan bangkai buaya dewasa. Reptil ini merupakan pemangsa penyergap; ia menunggu mangsanya hewan darat atau ikan mendekat, lalu menerkamnya dengan tiba-tiba. Sebagai hewan yang berdarah dingin, predator ini dapat bertahan cukup lama tanpa makanan, dan jarang benar-benar perlu bergerak untuk memburu mangsanya. Meskipun nampaknya lamban, buaya merupakan pemangsa puncak di lingkungannya, dan beberapa jenisnya teramati pernah menyerang dan membunuh ikan hiu.[2] Perkecualiannya adalah burung cerek Mesir, yang dikenal memiliki hubungan simbiotik dengan buaya. Konon, burung ini biasa memakan hewan-hewan parasit dan sisa daging yang berdiam di mulut buaya, dan untuk itu sang raja sungai membuka mulutnya lebar-lebar serta membiarkan si cerek masuk untuk membersihkannya.
Embrio buaya tak memiliki kromosom seksual, yakni kromosom yang menentukan jenis kelamin anak yang akan ditetaskan. Jadi tak sebagaimana manusia, jenis kelamin buaya tak ditentukan secara genetik. Alih-alih, jenis kelamin ini ditentukan oleh suhu pengeraman atau suhu sarang tempat telur ditetaskan. Pada buaya muara, suhu sekitar 31,6°C akan menghasilkan hewan jantan, sedikit lebih rendah atau lebih tinggi dari angka itu akan menghasilkan buaya betina. Masa pengeraman telur adalah sekitar 80 hari, tergantung pada suhu rata-rata sarang.[3]
Buaya ditengarai memiliki insting untuk kembali ke tempat tinggalnya semula (homing instinct).[4] [5] Tiga ekor buaya yang ganas di Australia Utara telah dipindahkan ke lokasinya yang baru, sejauh 400 km, dengan menggunakan helikopter. Akan tetapi dalam tiga minggu hewan-hewan ini diketahui telah tiba kembali di tempat asalnya. Kejadian ini terpantau melalui alat pelacak yang dipasang pada tubuh reptil tersebut.
Menurut pengetahuan sekarang, buaya memiliki kekerabatan yang lebih erat dengan burung dan dinosaurus, dibandingkan dengan kebanyakan reptil umumnya. Tiga kelompok yang pertama itu, ditambah dengan kelompok pterosaurus, digolongkan menjadi grup besar Archosauria (='reptil yang menguasai'[6]).[7]
Umur
Tidak ada cara yang meyakinkan untuk menghitung umur buaya, selain dengan mengetahui waktu penetasannya dahulu, meskipun ada beberapa teknik yang telah dikembangkan. Metode yang paling umum digunakan untuk menaksir umur hewan ini ialah dengan menghitung lingkaran tumbuh pada tulang dan gigi. Tiap-tiap lapis lingkaran menggambarkan adanya perubahan pada laju pertumbuhan, yang mungkin disebabkan oleh perubahan musim kemarau dan hujan yang berulang setiap tahun. [3] Dengan tetap mengingat peluang ketidaktepatan metode ini, buaya yang tertua kemungkinan adalah spesies yang terbesar. Buaya muara (C. porosus) diperkirakan dapat hidup rata-rata hingga 70 tahun, dengan sedikit individu yang terbukti dapat melebihi umur 100 tahun. Salah satu buaya tertua yang tercatat, mati di kebun binatang Rusia pada usia sekitar 115 tahun.[3]Seekor buaya air tawar jantan yang dipelihara di Kebun Binatang Australia diperkirakan berumur 130 tahun. Hewan ini diselamatkan Bob Irwin dan Steve Irwin dari alam liar setelah ditembak dua kali oleh pemburu. Akibat tembakan senjata itu, buaya tersebut (yang kini dijuluki sebagai "Mr. Freshy") kehilangan mata kanannya.[8]
Ukuran
Ukuran tubuh buaya sangat bervariasi dari jenis ke jenis, mulai dari buaya kerdil hingga buaya muara raksasa. Spesies bertubuh besar dapat tumbuh lebih panjang dari 5 m dan memiliki berat melebihi 1.200 kg. Walaupun demikian, bayi-bayi buaya hanya berukuran sekitar 20 cm tatkala menetas dari telur. Spesies buaya terbesar adalah buaya muara, yang hidup di wilayah Asia Tenggara hingga ke Australia utara.Ukuran terbesar buaya muara hingga kini masih diperdebatkan. Buaya terbesar yang pernah tercatat adalah seekor buaya muara raksasa sepanjang 8,6 m, yang tertembak oleh seorang guru sekolah di Australia.[2] Sedangkan buaya terbesar yang masih hidup adalah seekor buaya muara sepanjang 7,1 m di Suaka Margasatwa Bhitarkanika, Orissa, India. Pada bulan Juni 2006, rekornya dicatat pada The Guinness Book of World Records.[9]
Dua catatan lain yang tepercaya mengenai ukuran buaya terbesar adalah rekor dua ekor buaya sepanjang 6,2 m. Buaya yang pertama ditembak di Sungai Mary, Northern Territory, Australia pada 1974 oleh seorang pemburu gelap, yang kemudian diukur oleh seorang petugas kehutanan. Sedangkan buaya yang kedua dibunuh di Sungai Fly, Papua Nugini. Ukuran buaya kedua ini sebetulnya diperoleh dari kulit, yang diukur oleh Jerome Montague, seorang peneliti margasatwa. Dan karena ukuran kulit selalu lebih kecil (menyusut) dari ukuran hewan aslinya, dipercaya bahwa buaya kedua ini sedikitnya berukuran 10 cm lebih panjang ketika hidup.
Buaya raksasa peliharaan yang lain adalah seekor buaya muara yang bernama Gomek. Hewan ini ditangkap oleh George Craig di Papua Nugini dan kemudian dijual ke St. Augustine Alligator Farm di Florida, Amerika. Buaya ini mati karena penyakit jantung pada Februari 1997 dalam usia yang cukup tua. Menurut catatan penangkaran tersebut, ketika mati Gomek memiliki panjang 5,5 m dan mungkin berusia antara 70–80 tahun.
Buaya Bhitarkanika yang terbesar diperkirakan sepanjang 7,62 m. Dugaan ini diperoleh para ahli berdasarkan ukuran sebuah tengkorak buaya yang disimpan oleh keluarga Kerajaan Kanika. Buaya tersebut kemungkinan ditembak mati di dekat Dhamara sekitar tahun 1926 dan kemudian tengkoraknya diawetkan oleh Raja Kanika ketika itu. Dugaan panjang di atas didapat melalui perhitungan, dengan mengingat bahwa panjang tengkorak buaya sekitar sepertujuh panjang total badannya.
0 komentar :
Post a Comment